Melalui Surat Keputusan Menteri
Keuangan No. 1/M/61 tanggal 6 Januari 1961 yang melarang pengumuman dan
penerbitan angka-angka statistik moneter/perbankan, maka antara tahun
1960-1965, Bank Indonesia tidak menerbitkan laporan tahunan, termasuk data
statistik mengenai kliring dan perhitungan sentral.[rujukan?]
Pada 5 Juli 1964, atas dasar
pertimbangan politik untuk mempermudah komando di bidang perbankan untuk
menunjang Pembangunan Semesta Berencana
, selanjutnya pada tahun 1965 pemerintah menetapkan kebijakan
untuk mengintegrasikan seluruh bank-bank pemerintah ke dalam satu bank dengan
nama Bank Negara Indonesia, prakarsa pengintegrasian bank pemerintah ini
berasal dari ide Jusuf Muda Dalam,[9][10]
yang saat itu menjabat sebagai Menteri Bank Sentral/Gubernur Bank Indonesia -
yang baru diangkat dari jabatan semula Presiden Direktur BNI - dan disetujui
oleh Presiden Soekarno. Ide dasarnya adalah menjadikan perbankan sebagai alat
revolusi dengan motto Bank Berdjoang di bawah pimpinan Pemimpin
Besar Revolusi. Nama Bank Negara Indonesia (BNI) sebagai bank
tunggal, diusulkan oleh Jusuf Muda Dalam sendiri.[10] Hasilnya adalah lahirnya struktur baru
Bank Berdjoang ini menjadikan; [11]
Bank Indonesia menjadi Bank Negara Indonesia Unit I;
Bank Koperasi Tani dan Nelayan serta Bank Eksim Indonesia menjadi Bank Negara Indonesia Unit II;
Bank Negara Indonesia menjadi Bank Negara Indonesia Unit III;
Bank Umum Negara menjadi Bank Negara Indonesia Unit IV dan
Bank Tabungan Negara menjadi Bank Negara Indonesia Unit V.[rujukan?]

Bank Indonesia menjadi Bank Negara Indonesia Unit I;
Bank Koperasi Tani dan Nelayan serta Bank Eksim Indonesia menjadi Bank Negara Indonesia Unit II;
Bank Negara Indonesia menjadi Bank Negara Indonesia Unit III;
Bank Umum Negara menjadi Bank Negara Indonesia Unit IV dan
Bank Tabungan Negara menjadi Bank Negara Indonesia Unit V.[rujukan?]
Akan tetapi tidak semua bank
pemerintah berhasil diintegrasikan ke dalam Bank Berdjoang yakni Bank
Dagang Negara (BDN) dan Bapindo.[rujukan?]
Luputnya BDN dari proses pengintegrasian ini terutama karena Presiden Direktur
BDN J.D. Massie saat itu
menjabat sebagai Menteri Penertiban Bank-bank Swasta Nasional yang tentu
mempunyai cukup punya pengaruh untuk berkeberatan atas penyatuan BDN dengan
bank-bank lainnya.[12][13]
Massie beralasan bahwa kebijakan ini akan membingungkan koresponden bank di
luar negeri untuk penyelesaian L/C ekspor maupun impor karena nama bank yang
sama.[rujukan?] Sementara, Bapindo tidak terintegrasi ke dalam Bank
Berjuang karena bank ini dibawah Dewan Pembangunan yang diketuai Menteri
Pertama Urusan Pembangunan dengan anggota-anggota Menteri Keuangan, yang juga
Ketua Dewan Pengawas Bapindo, dan Gubernur Bank Indonesia sebagai anggota.[14]Dengan
demikian, melalui kedudukannya itu, pengaruh Bapindo cukup kuat untuk menghalangi
terintegrasi ke dalam BNI.[15]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar