1. The Law of One Price menyatakan bahwa bila dua
Negara memproduksi barang yang identik, maka harga barang tersebut di kedua
Negara adalah sama. Contoh harga 1 ton baja di AS adalah 100 USD/ton, dan baja
yang sama diproduksi di Jepang harganya 100,000 yen/ton. The Law of One Price
menyatakan bahwa nilai tukar USD terhadap Yen adalah 100 yen/USD (atau 1 yen =
0,01USD). Dengan demikian, 1 ton baja AS dapat dijual di Jepang seharga 10,000
yen (sama dengan harga baja di Jepang) dan 1 ton baja di Jepang dapat dijual
seharga 100 USD di AS (sama dengan harga baja di AS)
2. Teori Purchasing Power Parity menyatakan bahwa
perubahan nilai tukar mencerminkan perubahan tingkat harga (inflasi) antara
kedua Negara. Teori ini merupakan aplikasi dari The Law of One Price terhadap
tingkat harga domestik. Bila tingkat harga di suatu Negara meningkat relative
terhadap harga di Negara lain, maka mata uang Negara tersebut akan
terdepresiasi dan mata uang Negara lain akan terapresiasi. Teori Purchasing
Power Parity tidak dapat menjelaskan arah perubahan nilai tukar secara sempurna
karena dalam teori tersebut nilai tukar ditentukan semata-mata oleh perubahan
dalam tingkat harga relatif, dengan asumsi semua barang adalah identik di kedua
Negara. Dalam kenyataannya, asumsi tersebut sulit terpenuhi.
3. Harga relatif. Dalam jangka panjang, jika
tingkat harga produk domestic meningkat (relatif terhadap tingkat harga produk
luar negeri), maka mata uang domestik akan terdepresiasi, dan jika tingkat
harga relatif produk domestik menurun, maka mata uang domestic akan
terapresiasi.
Tarif dan Kuota.
Tarif dan kuota mengakibatkan mata uang domestic terapresiasi dalam jangka
panjang.
Preferensi
Terhadap Produk Domestik dan Produk Impor. Meningkatnya permintaan produk untuk
ekspor akan mengakibatkan mata uang domestik terapresiasi dalam jangka panjang;
sebaliknya, meningkatnya permintaan terhadap produk impor akan membuat mata
uang domestik terdepresiasi.
Produktivitas.
Dalam jangka panjang, jika suatu Negara menjadi lebih produktif dibandingkan
Negara lain, maka mata uangnya akan terapresiasi.
4.
Mobilitas modal (capital mobility) menyatakan
bahwa tidak ada hambatan bagi suatu Negara untuk membeli asset dari Negara
lain, dan sebaliknya. Dengan perkataan lain, diasumsikan bahwa asset-aset
bersifat subsitusi sempurna. Dengan demikian, jika ekspektasi pengembalian dari
simpanan domestik lebih tinggi daripada simpanan luar negeri, maka baik penduduk
domestik, maupun orang asing akan lebih suka menyimpan uangnya dalam bentuk
simpanan domestik. Sebaliknya, jika ekspektasi pengembalian dari simpanan luar
negeri lebih tinggi dari simpanan domestik, maka pelaku ekonomi lebih suka
menyimpan uang dalam bentuk simpanan luar negeri.
5.
Pada kondisi keseimbangan, ekspektasi
pengembalian dari simpanan domestic dan simpanan luar negeri adalah sama, hal
itu berarti ekspektasi pengembalian relatif harus sama dengan nol. Kondisi
tersebut dapat ditulis sebagai berikut :

Persamaan di atas
disebut interest Parity Condition, bahwa suku bunga domestic sama dengan suku
bunga luar negeri ditambah ekspektasi terapresiasinya mata uang asing tersebut (atau dikurangi
ekspektasi terapresiasinya mata uang domestik).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar